Tugas psikoterapi
Nama :M.Fahmi Aulia .R
Kls :3pa16
Npm :15513890
Universitas gunadarma
Kalimalang.bekasi
2016
13
/04/ 2016
1
Mencari teori dan teknik –teknik terapi
humanistik dan eksitensial ?
2
Carilah konsep dasar dari pandangannya
carl Rogers dan teknik –teknik
Terapinya ?
3
jelaskan tentang pandangan frank (logo
terapi) jelaskan teknik –teknik terapinya?
1Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial
Istilah psikologi humanistik
(Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada
awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam
mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran
intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan
behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a
third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi
humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada
konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada
salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme
adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh
akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang
menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan.
Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki
kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari
keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam
hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil
oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik
menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para
ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan
studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada
premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan
tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik
memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau
teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang
berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan
menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha
membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut
keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik
mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang
manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada
dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan
memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada
fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang
konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik
berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik
dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk
mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan
terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang
manusia.
Konsep Utama Terapi
Humanistik-Eksistensial
- Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk
menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang
memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri
seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas
didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis
menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
- Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan
tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada
manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas
kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas
kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab
kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki
waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial
yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan
individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
- Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia
berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan
memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi
kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada
hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan
sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional.
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan
kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian.
Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan
potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar
klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak atas kemampuannya.
Fungsi dan Peran Terapis dalam
Terapi Humanistik-Eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik
eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai
sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu
selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur
yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang
lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien
yang sama.
Prosedur dan Teknik Terapi
Menurut Baldwin (1987), inti dari
terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi
1. Kapasitas
Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.
Meningkatkan kesadaran diri, yang
mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi
seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling.
Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran
memerlukan imbalan.
2. Kebebasan
dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.
Terapis eksistensial terus-menerus
mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka
tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar,
ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan
menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan
situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam
usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam
menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat
mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau
tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik
menjadi tergantung pada terapis.
Terapis perlu mengajarkan klien
bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan,
meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3. Usaha
Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi
Konseling.
Bagian dari langkah terapeutik
terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti
cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan
jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu
sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa
mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam
hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk
memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien
berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa
menemukan jawaban mereka sendiri.
4. Pencarian
Makna : Implikasi Konseling.
Berhubungan dengan konsep
ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai
kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan
ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak
menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan
sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai
pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki,
maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak
dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan
penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk
mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani
kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah
hidup.
5. Kecemasan
Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.
Kecemasan merupakan materi dalam
sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi
untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi
eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang
rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa
ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup
yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom.
Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan
diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai
dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada
saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang
lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka
sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan menjadi
berkurang.
6. Kesadaran
Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.
Latihan dapat memobilisasikan klien
untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan
ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa
menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang
lebih bermakna.
Tahap-tahap Pelaksanaan Terapi
Humanistik Eksistensial
Pendekatan ini bisa menggunakan
beberapa teknik dan konsep psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik
kognitif-behavioral. Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis
transaksional. Terdapat tiga tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam
terapi humaniatik eksistesial, antara lain :
- Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam
mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak
mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan
mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal
penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
- Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat
untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan sistem mereka. Semangat ini
akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
- Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa
yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk
mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan
menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki
tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya.
Kekurangan dan Kelebihan Terapi
Humanistik-Ekstensial
- Kelebihan
- Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
- Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
- Memanusiakan manusia
- Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
- Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa
- Kelemahan
- Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
- Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
- Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
- Memakan waktu lama.
Contoh Kasus yang Biasa
Ditangani dan Efeknya
- Kasus Pertama :
Sebagai contoh, Leon seorang
mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi
nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah
rata-rata. Perbedaan antara dengan apa Leon melihat dirinya (konsep diri)
atau bagaimana ia ingin melihat dia (ideal konsep diri) dan realitas kinerja
akademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang
dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus
melihat bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk
menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk
perubahan.
Konseling berlangsung, klien dapat
mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaan (Rogers, 1967). Mereka
dapat mengekspresikan ketakutan mereka, rasa bersalah kecemasan, malu,
kebencian, kemarahan, dan lain sebagainya. emosi telah dianggap terlalu negatif
untuk menerima dan memasukkan ke dalam diri mereka. Dengan terapi, orang
distortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi
perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin menemukan
aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi.
Sebagai klien merasa dimengerti dan
diterima, mereka menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap
pengalaman mereka. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan,
mereka menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih
besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang
lain. Individu dalam terapi datang untuk menghargai diri mereka lebih
seperti mereka, dan perilaku mereka menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan
kreativitas. Mereka menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang
lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk
diri mereka sendiri. Mereka bergerak ke arah yang lebih berhubungan dengan apa
yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat oleh masa lalu, kurang
ditentukan, lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk
untuk mengelola kehidupan mereka sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil
kesimpukan bahwa salah satu alasan klien mencari terapi adalah perasaan tidak
berdaya dasar, dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif
mengarahkan hidup mereka sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan
“jalan” melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang-terpusat, namun
klien segera belajar bahwa mereka dapat bertanggung jawab untuk diri mereka
sendiri dalam hubungan dan bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih bebas
dengan menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih besar pemahaman.
- Kasus Kedua :
Sungguh mengenaskan, seorang ibu
muda (Junania Mercy 37) meracuni ke-empat anak-anaknya, memandikan mereka,
menyisir rambutnya, kemudian disandingkan bersama-sama dengan rapi diatas
tempat tidur. Kemudian baru sang ibu mengakhiri hidupnya dengan minum racun
yang sama. Kejadian yang cukup menyayat hati, 4 orang anak kecil itu bagaikan
sedang tidur saja, sang ibu ingin anak-anaknya ditemukan dalam keadaan bersih
dan rapi. Bisa dibayangkan bahwa ibu itu menyaksikan anaknya sekarat, entah
muntah, entah buang-air, entah badannya kejang-kejang karena keracunan. Ia
merekamnya dengan sebuah ponsel kemudian ia membersihkannya dan menata mayat
anak-anaknya dengan rapi. Waktu yang mungkin cukup panjang prosesnya. Kemudian
ia memilih pakaian terbaiknya dan mengakhiri hidupnya. Dan tentu saja mayat
sang ibu ketika ditemukan tidak sebersih anak-anaknya.
Ibu Mercy adalah gambaran seorang
yang mempunyai tekanan berat, persoalan rumah-tangga, ekonomi dan problem
kesehatan anak ke-2nya yang mempunyai penyakit kelainan darah yang membutuhkan
biaya tidak sedikit. Tak tahu kemana lagi harus meminta tolong, dan ia kemudian
menjerit dengan jeritan yang tak terungkapkan dengan suara, ia bunuh diri.
Pada saat seorang klien ingin bunuh
diri karena merasa sudah tidak dapat menanggung beban hidup diri &
keluarganya, seperti kasus bu Mercy. Terapis Eksistensial mungkin memandangnya
sebagai simbolik. Karena bukankah berarti klien merasa mati sebagai pribadi,
apakah klien menggunakan potensi manusiawinya, apakah klien memilih mati hanya
sekedar mengukuhkan kehidupan. Terapis Eksistensial akan mengonfrontasikan
klien dengan masalah makna dan maksud dalam hidupnya. Sehingga klien mempunyai
alasan untuk ingin melanjutkan hidup & melakukan sesuatu untuk menemukan guna
tujuan yang akan membuat dirinya merasa lebih berarti dan hidup, karena dalam
terapis konselor akan mengajak klien memahami dirinya sendiri sebagai manusia
yang hidup berdampingan dan selalu dihadapkan oleh kenyataan-kenyataan pahit
atau manis sehingga mampu eksis dalam kehidupannya.
Perasaan bersalah (kasus: tidak
mampu membiayai pengobatan anaknya) adalah kekuatan dominan dalam kehidupan
klien. Bagaimanapun banyak dari perasaan bersalahnya yang merupakan perasaan
bersalah neurotik karena ia berlandaskan pandangan tentang mengecewakan orang
lain dan bukan memenuhi pengharapan mereka. Klien harus belajar bahwa perasaan
bersalah akan berguna jika berlandaskan kesadarannya atas penyia-nyian
potensinya sendiri. Terapi eksistensial akan melihat harapan klien dalam
belajar untuk menemukan keterpusatannnya sendiri dan dalam hidup dengan
nilai-nilai yang dipilih dan diciptakannya sendiri. Dia juga bisa berhubungan
dengan orang lain dengan kekuatannya sendiri untuk membentuk suatu hubungan
yang dependen.
Tujuan dari terapi ini adalah
menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien
menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu
klien agar bebas dan bertanggung jawab arah kehidupannya sendiri.
- Kasus Ketiga: Introspeksi Sebagai Terapi Humanistik Eksistensial
Introspeksi adalah proses pengamatan
terhadap diri sendiri dan pengungkapan pemikiran dalam yang disadari,
keinginan, dan sensasi. Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan
biasanya dengan maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan
perasaannya. Bisa juga disebut sebagai kontemplasi pribadi, dan berlawanan
dengan ekstropeksi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri.
Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan refleksi diri.
Sering dikatakan bahwa Wilhelm
Wundt, bapak psikologi modern adalah orang pertama yang mengadopsi introspeksi
pada psikologi eksperimental, meskipun gagasan metodologisnya telah disajikan
lama sebelumnya, seperti pada abad ke-18 filsuf merangkap psikolog Jerman
seperti Alexander Gottlieb Baumgarten atau Johann Nicolaus Tetens. Introspeksi
adalah pemeriksaan pikiran dan perasaan sadar diri sendiri. Dalam psikologi proses
introspeksi bergantung secara eksklusif pada pengamatan kondisi mental
seseorang, sementara dalam konteks spiritual mungkin merujuk pada pemeriksaan
jiwa seseorang. Introspeksi berkaitan erat dengan refleksi diri manusia dan
kontras dengan ekstrospeksi. Introspeksi umumnya menyediakan akses istimewa ke
keadaan mental kita sendiri, tidak dimediasi oleh sumber-sumber pengetahuan
lainnya, sehingga pengalaman individu dari pikiran adalah unik. Introspeksi
dapat menentukan sejumlah keadaan mental termasuk: Sensorik, fisik, kognitif,
emosional dan sebagainya.
Pada beberapa kepercayaan
introspeksi digunakan sebagai cara untuk terapi diri contohnya adalah pada
agama Islam, penganut agama Islam mengenal introspeksi diri dengan kata
muhasabah. Muhasabah sendiri memiliki arti introspeksi atau mawas atau
meneliti diri, yaitu menghitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap
hari bahkan setiap saat. Dalam bermuhasabah seorang muslim melakukan review
terhadap apa yang telah dilakukannya selama ini adalah benar dan sesuai dengan
ajaran Islam atau tidak. Kegiatan ini memiliki kesamaan dengan salah satu
metode psikoterapi yaitu self-help atau menolong diri sendiri serta dalam
pelaksanaan instropeksi diri menggunakan prinsip humanistik bahwa sebenarnya
jawaban atas masalah manusia terdapat dalam dirinya sendiri.
Dalam melakukan introspeksi
seseorang melakukan pengamatan terhadap apa yang telah ia lakukan selama ini,
kemudian ia menilai apakah yang ia lakukan telah sesuai dengan hidupnya atau
tidak, yaitu apakah ia sudah memenuhi perannya dengan baik (sebagai individu,
sebagai anggota masyarakat, dan sesuai status yang melekat pada dirinya).
Setelah melakukan proses pengamatan tersebut jika sudah terpenuhi maka ia dapat
menyukuri atau menaikkan tujuannya lebih tinggi, namun jika belum terpenuhi
maka ia akan melakukan pemikiran yang lebih jauh untuk menemukan hal-hal yang
menghambatnya dalam memenuhi perannya serta menentukan tindakan serta membangun
rencana yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi diri untuk mencapai
tujuan pemenuhan peran tersebut.
Daftar Pustaka :
- Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama
- Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT Rafika aditama
- Semiun,Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Kanisius: Yogyakarta
- Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika
- Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
- https://deathneverlost.wordpress.com/2014/05/21/terapi-humanistik-eksistensial/
Carl Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.
Konsep Carl Rogers tentang
kepribadian
Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2. Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3. Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
4. Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5. Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2. Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3. Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
4. Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5. Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6. Konsep Diri
Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7. Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8. Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9. Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.
10. The Fully Functioning Person
Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7. Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8. Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9. Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.
10. The Fully Functioning Person
Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
B. Unsur – Unsur Terapi (Person –
Centered)
1. Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
1. Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
C. Teknik – Teknik Terapi
Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
2. Positive Regard (acceptance)
3. Congruence
Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
2. Positive Regard (acceptance)
3. Congruence
Empati adalah kemampuan terapis
untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir
tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin
menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling
berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan
dan pembelajaran.
Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
Congruence / Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan.
Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
Congruence / Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan.
Sumber :
Corsini, R. (2000). CURRENT
PSYCHOTHERAPIES. Itasca , Illinois: F.E. PeacockPublishers.
Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.
Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.
Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
3) Kata “logo”
berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau meaning dan
juga “rohani”. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris therapy yang
artinya penggunaan teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi suatu penyakit.
Jadi, kata logoterapi artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan
dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna
hidup. Istilah tema utama logoterapi adalah karakteristik eksistensi
manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori. Dibawah ini akan di jelaskan
lebih detail.
Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku / Kepribadian
Pandangan Frankl tentang kesehatan
psikologis menekankan pentingnya kemauan
akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu
yang lain diatur. Frankl berpendapat
manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan setelah
menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan
mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani.
Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga
konsep dasar, yakni
Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
Dalam
pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai
kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam freedom
of will seperti:
- Kebebasan yang bertanggungjawab.
- Kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-
kondisi tersebut.
- Kebebasan untuk menentukan sendiri
apa yang dianggap penting dalam
hidupnya.
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep
keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi
utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia
adalah pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah
pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari
pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna.
Mengenal makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya
mendorong. Karena sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya.
Agar individu menjadi individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan
yang syarat dengan makna.
Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam
keadaan senang maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan
tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan
berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting secara umum
bukan makna hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat tertentu.
Setiap individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.
Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak
bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik
untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
Unsur-unsur Terapi
Munculnya gangguan /
kecemasan
Saat individu tidak memiliki
keinginan terhadap sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong setiap
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan
berharga. Menurut Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan,
yaitu:
-
Frustasi eksistensial (exsistential frustration) atau
disebut juga kehampaan
eksistensial (exsistetial vacuum)
Menurut Koesworo,1992, exsistential
frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau
kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.
-
Neurosis noogenik (noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial
yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak
(Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini untuk membedakan dengan keadaan
neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis
tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada
konflik-konflik psikologis.
Tujuan terapi
· Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah
yang secara universal
ada pada setiap
orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
· Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu
sering ditekan, terhambat,
dan diabaikan,
bahkan terlupakan.
· Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari
penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara
sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Peran terapis
Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia
mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam
hidupnya.
Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa
setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus
diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah
menemukan sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor
Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
-
Intensi paradoksal
Mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang
disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah
keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
Contohnya:
A. Seorang pemuda yang selalu gugup ketika
bergaul.
B. Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita insomnia, seharusnya tidak mencoba
berbaring ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan
sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama mungkin. Setelah
itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk melangkah ke
kasur.
-
De-refleksi.
Frankl percaya sebagian besar persoalan kejiwaan
berawal dari perhatian yang terfokus pada individu. Dengan mengalihkan
perhatian dari individu dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan
itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah
memuaskan pasangan tanpa memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak
memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan.
Daftar Pustaka
- Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi “Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Frankl. Emil. (2004). On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New York.
- http://muhammaddany.blogspot.com/2014/04/tugas-psikoterapi-2.html
- Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius.
- Videbeck, L.S. (2008). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Anggota IKAPI.
